Opini

Menanti Partisipasi Publik di Pemilu dan Pilkada Serentak 2024

  Oleh : Syahrul Karim Anggota KPU Kota Balikpapan Divisi Hukum dan Pengawasan Rapat kerja antara Komisi II DPR RI, Kemendagri dan instansi penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) 24 Januari 2022, menyepakati pemungutan suara Pilpres dan Pileg 14 Februari 2024. Hanya berselang 9 bulan pada tahun yang sama juga dilaksanakan pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, tepatnya 27 November. Kesepakan ini menyudahi spekulasi maupun perdebatan berbagai pihak mengenai penundaan jadwal pemilu. Hasil kesepakatan tersebut menjadi pijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyusun tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 yang telah dituangkan dalam keputusan KPU RI nomor 21 Tahun 2022. Berdasarkan Pasal 167 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tahapan pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Dengan mengacu ketentuan itu, tahapan dimulai bulan Juni 2022. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU mulai dari pusat, provinsi dan Kabupaten/kota telah siap menjalankan tiap tahapan dengan berlandasarkan prinsip penyelenggara pemilu; mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien. Kesebelas prinsip pemilihan umum tersebut merupakan hal fundamental yang wajib dimiliki oleh setiap penyelenggara sebagai perwujudan demokrasi elektoral yang berintegritas dan dipercaya oleh masyarakat dan peserta pemilu. Hal ini juga menegaskan bahwa kemandirian penyelenggara pemilu merupakan prinsip utama agar pemilu memiliki legitimasi dan kredibilitas. Kendati demikian, dalam menjalankan prinsip tersebut tidak harus berjalan kaku. Sebaliknya penyelenggara dalam tataran pengetahuan, etika dan keterampilan teknis dituntut bekerja lebih responsif dan selalu melayani hak konstitusional warga negara secara inklusif. Oleh karenanya seluruh masyarakat harus menjadi mata dan telinga (watchdog) bagi seluruh penyelenggara pemilu hingga petugas di TPS. Penyimpangan dari prinsip pemilu akan berhadapan dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan juga Aparat Penegak Hukum (APH). Kesuksesan penyelenggaraan pemilu tidak hanya menjadi tanggungjawab semata pada penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) akan tetapi menjadi beban semua masyarakat (pemilih) termasuk organisasi masyarakat sipil dan peserta pemilu (partai politik dan pasangan calon). Keterliban semua pihak dalam seluruh tahapan mengindikasikan proses pemilu berjalan demokratis. Masyarakat menjadi faktor utama dan penentu berjalan suksesnya sebuah pelaksanaan pemilu. Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), menunjukan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Rakyat diposisikan sebagai aktor penting dalam tatanan demokrasi, karena pada hakekatnya demokrasi mendasarkan pada persamaan dan gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan dari yang diperintah. Keterlibatan masyarakat menjadi unsur dasar dalam demokrasi. Untuk itu, penyelenggaraan pemilu sebagai sarana dalam melaksanakan demokrasi, tentu saja tidak boleh dilepaskan dari adanya keterlibatan masyarakat. Hal ini telah ditegaskan dalam UU 7 tahun 2017 tentang pengawasan partisipatif masyarakat dari tingkat nasional hingga wilayah skala mikro sekalipun. Berdasarkan data BPS Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Kaltim tahun 2020 mencapai 81,99. Angka ini mengalami kenaikan 4,32 poin dibandingkan tahun 2019 hanya 77,67. Ini menandakan derajat demokrasi Kaltim dalam kategori baik (High Performing Democracy).  Kendati  demikian,  ada  dua  aspek  yang  perlu  mendapatkan perhatian untuk terus ditingkatkan karena cenderung mengalami penurunan. Yakni aspek lembaga demokrasi mengalami penurunan 6,16 poin dari tahun 2019 sebesar 82,17 menjadi 76,01 di tahun 2020. Aspek lainya adalah hak-hak politik 74,56 yang juga masuk dalam kategori sedang. Indikator dari dua aspek tersebut salah satunya pada kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mengalami stagnasi dari tahun sebelumnya hanya 67,94. Kondisi ini menandakan perlunya partisipasi publik aktif dalam memastikan diri mereka terdaftar sebagai pemilih. KPU RI hingga KPU Kab/kota telah menyiapkan berbagai cakupan standar dalam menjamin hak pilih warga yaitu pemilih yang memenuhi syarat masuk daftar pemilih dan tersedianya fasilitasi pelaksanaan saat hari pemungutan suara atau pemilihan. Bahkan dari aspek standar kemanfaatan teknis, daftar pemilih sangat mudah diakses oleh pemilih melalui aplikasi yang sangat mudah digunakan dan selalu dimutakhirkan. Upaya lainya adalah Pemutahiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) yang sudah dilakukan sejak tahun 2020. Tujuannya adalah memperbarui data pemilih guna mempermudah proses pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih pada Pemilu/Pemilihan berikutnya. Partisipasi publik lainya dan menjadi sangat penting dalam menyongsong demokrasi elektoral yang dimulai 2022 adalah meminimalisir munculnya dan tersebarnya berita bohong atau hoax. Masih segar diingatan kita, pada pemilu 2019, muncul berita hoax mengenai narasi penculikan kotak suara di hotel Mega Lestari, Kota Balikpapan yang akhirnya berujung pidana. Dari berbagai hasil kajian, terungkap penyebaran ujaran kebencian dan hoaks semakin merajalela dalam situasi politik saat Pemilu maupun Pilkada. Ini seakan akan telah di-design. Apalagi pada perhelatan kali ini, keduanya (baca : pemilu dan pilkada) dilakukan pada tahun yang sama secara serentak. Tahun 2019, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) melansir hasil survei bahwa masyarakat Indonesia yang menerima berita hoaks setiap hari mencapai 34,60%. Hasil survei tersebut juga menemukan berita hoaks yang paling banyak beredar melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, dan media sosial lainnya mencapai 87,50%. Di antara berita hoaks yang sering diterima responden ialah berita tentang sosial politik 93,20%, kemudian disusul dengan berita yang memuat unsur SARA 76,20%. Umumnya hoaks yang didistribusikan melalui media sosial oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, dapat berupa dukungan terhadap pasangan calon tertentu agar dapat menarik minat dan simpati masyarakat. Sementara untuk peserta pemilu lainnya, tujuannya menjatuhkan dan menurunkan elektabilitas. Oleh karenanya dukungan dan partisipasi publik secara luas dan massif termasuk organisasi masyarakat sipil (civil society) dan lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi) terlebih lagi partai politik sebagai peserta  pemilu  dan  pilkada  dapat  meredam  berita  hoax  sekaligus  mengedukasi masyarakat agar terhindar dari isu isu ujaran kebencian dan provokatif yang dapat merusak ketentraman dan kedamaian kondisi sosial masyarakat Kaltim. Harapan utama semua pihak termasuk penyelenggara dalam menyongsong pemilu, pileg dan pilkada 2024 yakni terlaksana secara demokratis dan berintegritas. Artinya pemilu berintegritas dalam konteks mengacu pada komitmen dan tanggung jawab penyelenggara dan peserta pemilu untuk mendukung pemilu yang bebas dari segala bentuk pelanggaran. Membawa kedamaian, ketentraman, dan kebahagian untuk semua masyarakat. Dimana hasilnya dapat diterima oleh semua pihak tanpa memunculkan gejala politik.  Artikel ini telah tayang di TribunKaltara.com dengan judul Menanti Partisipasi Publik di Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, https://kaltara.tribunnews.com/2022/02/02/menanti-partisipasi-publik-di-pemilu-dan-pilkada-serentak-2024?page=all.

Populer